Senin, 21 April 2014

For You

Dari awal aku mengenalmu, hal yang paling aku takutkan yaitu kepergianmu. Jauh darimu adalah mimpi buruk bagiku. Bahkan membayangkannya saja sudah membuatku tak dapat bernafas. Bagiku kau adalah oksigenku yang sudah menjadi kebutuhan, aku mati tanpamu.
Saat kau jauh, rindu ini menghujam menusuk kalbuku membuat aku hampir mati. Aku bagaikan tenggelam di hamparan lautan yang sangat luas dan dalam, sulit naik ke permukaan bahkan tidak bisa sama sekali. Aku lemas, tenagaku habis. Tak ada yang bisa kulakukan selain menangis dan merasakannya. Dan ketika kau datang, mengulurkan tanganmu padaku, kegelisahanku berkurang. Aku naik kembali ke permukaan. Senyumku dapat mekar kembali bahkan dapat bernafas dengan lebih baik.
Kau memang segalanya bagiku, tapi apa aku juga segalanya bagimu? Pertanyaan ini terus menghantuiku, gentayangan mengusik jiwaku. Jiwa yang semula tenang, kini ketakutan dan gelisah. Aku takut jika jawabannya adalah tidak tapi aku gelisah, aku ingin tahu jawaban dari tanyaku ini.

Minggu, 20 April 2014

Reflection

Kisah ini takkan pernah kulupa. Kisah antara kau dan aku yang menjadi kita. Kisah bahagia kita bahkan saat ada air mata di setiap pertengkaran kita. Kecewa, marah, tawa, sedih, cemburu, malu-malu, mood yang buruk, semuanya akan kurindukan dari ikatan batin ini. Kau dan aku. Bahkan jika mesin pencuci otak membuatku lupa akan segalanya, hanya namamu bersama kenanganmulah yang akan tersisa. Dan jika aku amnesia, aku gila, tak jua aku berhenti menyebut namamu.
Ini mungkin sedikit berlebihan namun inilah tabirnya. Semuanya akan berubah ketika kau pergi. Takkan ada lagi tawa yang lepas, puas... Takkan ada. Semuanya berubah menjadi datar, hanya air mata yang tersisa dan kerapuhanku. Aku tak ada bedanya dengan kayu yang habis dimakan rayap, terlihat padat dan kuat tapi ketika disentuh ia akan hancur. Aku benar-benar rapuh. Mencoba untuk terlihat kuat dengan menahan air mata, namun gagal. Tak dapat kututupi bagaimana kesakitan yang kurasa. Semuanya nampak nyata di depan semua orang meski senyum di bibirku mencoba menyanggah.

Kini aku hanya dapat melihatmu dan merasakan keberadaanmu. Aku tak dapat menyentuhmu bahkan jika kau di depan mataku. Kau tinggal bayangan bagiku, padahal kau ini nyata. Sangat nyata, sangat dekat. Terlalu sakit untuk menerima tabir ini.

Ini bukan salahmu. Kerapuhanku dan semua kesakitan ini bukan salahmu. Ini salahku. Salahku yang selalu melebih-lebihkan cinta. Salahku yang tak pernah bisa mencoba dewasa. Salahku yang memiliki harapan terlalu besar pada cinta. Terlalu percaya dengan janji-janji cinta, padahal aku tahu seharusnya kita jangan terkecoh dengan janji-janji selain janji Allah. Janji cinta hanyalah sebuah penenang sementara tanpa bukti. Dan kini aku terjebak pada janji cinta itu.
Rasanya aku tak ingin lagi. Aku mungkin takkan percaya lagi pada janji cinta hingga BUKU PERNIKAHAN YANG MENJADI BUKTINYA.